Terima kasih dan sampai jumpa, #31HariMenulis!

Ketika aku memulai #31HariMenulis ini, aku tak punya banyak ekspektasi. Paling-paling, pikirku, aku akan menghilang dalam minggu pertama. Apalagi, tugas kuliahku bejibun dan di akhir bulan ini aku masuk minggu ujian.

Nyatanya, menulis itu bikin ketagihan. Tiap hari, ada saja ide yang muncul di kepala. Selain itu, menulis di masa pandemi ini memberikan aku banyak pengalaman walau hanya berdiam di rumah saja. Menulis membuatku bebas berkelana walau hanya dalam kepala. Aku sendiri tidak menyangka, hingga hari terakhir, belum pernah sekalipun aku tidak setor tulisan. Walaupun, ya jujur saja, aku sempat telat dua kali dan beberapa kali juga menggunakan tulisan lama yang di-remastered.

Selama ini, aku menulis hanya untuk diriku sendiri. Aku takut tulisanku dibaca orang. Alasannya banyak. Aku malu. Aku juga tidak percaya diri dengan kemampuanku menulis. Aku dulu dituntut untuk menulis dalam bahasa yang bukan bahasa ibu buatku, dan tentunya tidak bisa menyamai mereka yang native speake(write)r. Tuntutan ini membuatku tersendat ketika harus menulis dalam Bahasa Indonesia. Selain itu, aku juga takut kalau orang tahu isi kepala dan kualitas otakku yang tidak seberapa.

Tetapi, karena sudah terlanjur ikutan, aku jadi berpikir mengapa tidak sekalian saja tulisanku aku bagikan dengan teman-teman. Selama #31HariMenulis ini, aku rajin mengunggah tulisanku di media sosial. Aku tahu pasti ada saja yang sebal dengan dedikasiku untuk berbagi ini, tapi aku mau fokus pada hal-hal yang positif saja. Aku jadi tahu bahwa, di luar sana, ada yang tertarik membaca tulisanku. Aku juga akhirnya paham bahwa menulis itu bukan soal pintar-pintaran – tapi soal passion, ekspresi, dialog internal maupun multipersonal, dan pengembangan. Aku pun akhirnya mengerti bahwa ketika tulisan kita dibaca, ada kenikmatan tersendiri mengetahui bahwa kita “didengar”. Membiarkan tulisan kita dibaca juga bukan soalan membuka cakrawala orang lain, tapi memperluas wawasan diri sendiri dari interaksi yang ditimbulkan. Aku mendapat banyak kritik dan masukan dari teman-temanku yang menulisnya lebih piawai, atau yang lebih memahami isu yang aku bahas. Beberapa pujian yang melayang ke inbox juga membuatku menjadi lebih percaya diri untuk menulis.

Kenikmatan paling besar, nyatanya, datang bukan ketika aku menerima pujian. Kenikmatan tersebut muncul ketika beberapa orang menyapaku dan mengatakan bahwa semenjak mereka sering melihatku mengunggah tulisan, mereka memutuskan untuk menulis (lagi) dan mengaktifkan blognya. Aku senang bahwa menulis nyatanya menular. Bahwa selama pandemi ini, yang kutularkan bukan virus corona tapi keinginan bermain dengan kata.

Aku tidak kemana-kemana. Sebulan ini, aku di rumah saja mengikuti anjuran pemerintah dan keluar hanya ketika ada kondisi yang memaksa. Tapi, berkat aktifitas tulis-menulis ini, aku merasa sudah berjalan berkilo-kilometer jauhnya dan berjumpa dengan banyak orang: Aku bisa bertemu dan berdiskusi dengan teman-teman yang menghadapi permasalahan yang sama, sharing dan saling menguatkan. Seorang temanku mengirimiku sebuah buku untuk membantu memperkaya kosakata, setelah aku sering meminta masukan darinya. Aku dan dua temenku yang lain memutuskan untuk membentuk klub menulis, agar kreatifitas kami tidak mati di tengah tumpukan kewajiban masing-masing untuk menulis berita, press release, dan makalah. Karenanya, aku jadi bisa menikmati berkunjung ke isi kepala orang lain walau ragaku diam di sini saja.

Jadi, tema tulisan ini adalah terima kasih. Pertama, aku ingin berterima kasih pada teman-teman yang sudah membaca tulisanku. Komentar, saran, dan kritik dari kalian sangat amat berarti dan membuatku semangat untuk terus menulis. Setiap ada pesan masuk, apapun bunyinya, membuat aku sangat berbunga-bunga. Terima kasih juga atas ide-ide menulis yang kalian berikan.

Kedua, aku ingin mengucapkan banyak-banyak terima kasih pada #31HariMenulis karena bagiku, program ini sangat amat membantu misiku untuk terapi dan pencarian jati diri lewat tulisan. Tanpa program ini, bisa jadi misi tersebut tinggal angan-angan. Selama program ini berjalan, aku juga jadi bisa membuat tulisan yang dulunya mungkin tak akan pernah kuungkapkan, namun akhirnya kuunggah karena siapa tahu bisa membantu mereka yang sedang sama-sama berjuang. Terakhir, aku juga ingin berterimakasih karena telah menghubungkanku dengan banyak orang. Menulis memang betul membuatku menjadi kaya.

Ketiga, mungkin ini terdengar random dan cringey, tapi aku ingin berterima kasih pada menulis.

Terima kasih, menulis. Terima kasih telah menemaniku menemukan diriku sebenarnya.

Terima kasih, menulis. Terima kasih telah memberikan aku kesempatan untuk menunjukkan aku yang apa adanya.

Terima kasih, menulis. Terima kasih telah membantu aku menyalurkan luapan suka, amarah, dan nestapa.

Terima kasih, menulis. Terima kasih telah memberi aku kesempatan untuk bersuara.

Untuk #31HariMenulis, mudah-mudahan tahun depan kita berjumpa.

May-2020-Calendar-Blank


Comments

Leave a comment