Aku harus nulis apa? #31HariMenulis

Menjelang tengah malam, aku mendapat mention di Twitter dari sesosok Wiro Sableng, yang mengingatkan aku bahwa aku sudah mendaftar untuk ikut program #31HariMenulis. Aku langsung panik, karena terus terang aku impulsif waktu daftar (haha). Tapi semenjak program ini diluncurkan untuk merayakan ulang tahun Awe memperingati Hari Pendidikan Nasional hampir satu dekade lalu, aku sebenarnya sudah gatal ingin ikutan. Hanya saja, waktu itu programnya terasa ekslusif buat anak-anak komunikasi UGM, sehingga aku yang dari jurusan sebelah ini malu-malu mau daftar.

Aku mendaftarkan blog ini karena ini memang blog utamaku. Seperti yang aku bilang di atas, tanpa pikir panjang. Karena sudah terlanjur sampai sini, aku putuskan untuk terang-terangan saja, karena jejak tulisan yang aku buat sebelumnya di platform ini mau tidak mau menunjukkan keadaanku sekarang. Singkatnya, tujuan aku membuat blog ini adalah untuk membantu terapiku melawan depresi menahun dan anxiety disorder yang kuidap sejak tahun 2015.

Awal tahun ini, aku punya resolusi bahwa aku harus bisa secara serius menuntaskan perangku dengan mereka, rajin berobat, berjuang melawan stigma, serta terapi lewat tulisan. Selain itu, di usiaku yang sudah masuk kepala tiga ini, aku ingin berani melakukan hal-hal baru dan tak lagi banyak riweuh dengan malu dan overthinking.

Aku ikut kegiatan ini bukan mengejar hadiah (tapi kalau aku dapat ya tetep ku ambil, tho). Tempo hari, aku berhasil menyelesaikan satu tulisan yang sudah bertahun-tahun aku coba tulis, tapi terganjal oleh perasaan takut dan trauma. Ketika aku berhasil menyelesaikannya, aku merasa… lega. Aku belum pernah merasa seenteng itu selama bertahun-tahun. Setelahnya, aku merasa aku harus lebih banyak menulis. Memaksa diri, lebih tepatnya. Lalu, lewatlah di lini masa tentang program #31HariMenulis dan aku terprovokasi haha. (Aku juga bingung kenapa aku daftar di tengah tugas kuliah yang bejibun dan hitungan hari menjelang ujian. Tapi tampaknya aku tergiur dengan kata-kata “tidak ada denda” ahaha.)

Satu jam pertama memasuki tanggal 1 Mei 2020, aku bingung harus menulis apa ke depannya. Setelah sedikit garuk-garuk kepala. pada akhirnya, aku bertekad melalui hari-hari apa adanya saja. Menulis sesuai dengan tujuan utama blog-ku. Melanjutkan therapeutic writing-ku. Atau menulis apapun yang ada di kepalaku hari itu. Atau sok-sok berpuisi. Apapun.

Akhir kata, tulisan pertamaku ini berisi trigger warning. Jika kalian yang mampir ke sini terganggu dengan unggahan yang depresif, mohon dipertimbangkan dengan bijaksana sebelum membaca. Atau, jika kamu mengalami hal yang sama denganku, yuk mari kita saling bercerita dan berbagi 🙂

Screenshot (124)

Comments

2 responses to “Aku harus nulis apa? #31HariMenulis”

  1. […] mengecek handphone sampai satu minggu kemudian. Iya, segitunya. Alasannya mungkin boleh dicek di postingan pertamaku untuk #31HariMenulis. Tapi terserah kalau mau nge-judge aku malas, gampang menyerah, dan tidak bertanggungjawab. Aku […]

    Like

  2. […] tulisan tersebut adalah tulisan yang aku sebut di unggahan pertamaku untuk proyek #31HariMenulis. Tulisan yang sangat sederhana tapi membutuhkan waktu yang sangat lama untuk  mengerjakannya. […]

    Like

Leave a reply to Menulis itu therapeutic. Titik.* – paracosmic Cancel reply